Tampilkan postingan dengan label Mutiara Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mutiara Hikmah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Desember 2017

Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita

api neraka
Apa Sebabnya Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita?
 

IBNU Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Saya melihat ke dalam surga, (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir (miskin), dan saya melihat ke dalam neraka (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah wanita."

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., diterangkan, Rasulullah Saw bersabda: "Saya melihat ke dalam surga (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir, dan saya melihat ke dalam neraka (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang kaya dari kaum wanita."

Dalam hadis shahih yang diriwayatkan Abdullah bin Umar r.a. diterangkan, Rasulullah Saw bersabda:

"Wahai para wanita, bersedekahlah dan banyak-banyaklah ber-istighfar karena sungguh aku melihat kalian (wanita) sebagai mayoritas penghuni neraka."

Tiba-tiba salah seorang di antara mereka yang paling pandai bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa kami menjadi mayoritas penghuni neraka?"

Rasulullah Saw menjawab, "Kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan suami. Aku tidak melihat manusia yang kurang akal dan agamanya yang dapat mengalahkan manusia yang berakal sempurna (suami) selain daripada kalian."

Wanita itu pun bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agamanya itu?"

Nabi Saw menjawab, "Adapun kurang akal karena persaksian dua wantia menyamai persaksian satu orang laki- laki. Maka inilah yang dimaksud dengan kurang akal. Dan dalam beberapa hari kalian tidak shalat dan tidak berpuasa, maka inilah yang dimaksud dengan kurang agama."

Argumen lain --ini dalil aqli-- jumlah penghuni neraka lebih banyak wanita karena memang jumlah wanita di dunia lebih banyak dari pria. Demikian menurut berbagai data statistik yang diperkuat hadits Rasulullah Saw:

"Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat ialah hilangnya ilmu dan menyebarluaskannya kebodohan, maraknya perzinahan, diminumnya khamar, banyaknya perempuan dan sedikitnya laki-laki sehingga 50 wanita diurus oleh satu pria." (HR. Bukhari,Muslim, dan Tirmidzi). Di akhir zaman, jumlah wanita dibanding pria 50:1.

Kesimpulan
Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita  karena:
1. Jumlah kaum perempuan itu lebih banyak dari kaum pria.
2. Wanita Kurang Akal
3. Wanita Kurang Agama
 
Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Rabu, 29 November 2017

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT
IKHWAN perindu surga tentunya mengenal nama ‘Ainul Mardhiyah. Ainul Mardiyah adalah nama seorang bidadari paling cantik di surga.

Secara harfiyah, ‘Ainul Mardiyah adalah “mata yang diridhai” atau “mata yang disukai”.

Grup nasyid asal Malaysia, You and I See (Unic), dalam nasyid berjudul Ainul Mardiyah menyebutnya sebagai "pembakar semangat perwira yang rela berkorban demi agama, jadi taruhan berjuta pemuda yang bakal dinobat sebagai syuhada".

Diceritakan dalam suatu kisah yang dipaparkan Al-Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid:

Suatu hari ketika kami sedang bersiap berangkat perang. Aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At-Taubah:111:

إِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ 

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”

Selesai ayat itu dibaca, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Anak muda ini anak orang kaya. Ia baru saja mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal.

Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?”

“Ya, benar, anak muda!” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”

Anak muda itu lalu mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan jihad fi sabilillah. Hanya kuda dan pedangnya yang tidak disedekahkan.

Ketika pasukan akan segera berangkat, anak muda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah…!” Kami menduga ia mulai ragu dan pikirannya kacau. Kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.

Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk, selintas aku bermimpi.

Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada ‘Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan di pinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami ‘Ainul Mardhiyah…”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu!”

Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai ‘Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang …!”

Ketika aku dipersilakan masuk, kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.”

Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid! Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran, aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.

Demikianlah kisah perindu surga yang akan bertemu bidadari tercantik di surga bernama Ainul Mardiyah karena berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah).

(Sumber: Irsyadul 'Ibad Ila Sabilir Rosyad lisy Syaikh Zainuddin bin Abdul Azizi bin Zainuddin al-Malibari. Terjemah: H. Salim Bahreisy ).*

Kamis, 23 November 2017

Jenis-Jenis Rezeki: Rizqi Bukan Cuma Harta

rezeki
Jenis-Jenis Rezeki Bukan Cuma Harta. Kesehatan dan Ketenangan Batin Juga Rezeki.

KITA bekerja dan berdoa memohon rezeki (rizki, rejeki, rizqi).  Rezeki identik dengan materi atau harta. Padahal, rezeki bukan hanya berupa uang atau harta benda, namun juga ilmu, wawasan, keterampilan, kecerdasan otak, kefasihan bicara, dan kesehatan.

Udara (oksigen) yang kita hirup, kebutuhan air, cahaya matahari, hasil hutan, hasil bumi/tambang, atau apa pun yang dapat diambil manfaatnya adalah rezeki.  

"Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya,” tegas ulama kenamaan dari Mesir, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi.

Itulah sebabnya, balasan Allah SWTatas sedekah uang yang dilakukan orang tidak harus berupa uang juga. Bisa jadi balasan itu berupa terhindarnya seseorang dari penyakit atau mara bahaya, atau perasaan tentram di dalam jiwa, atau kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan kemanfaatan, dan lain-lain.

Hakikatnya yang disebut rezeki adalah sesuatu yang sudah kita rasakan manfaatnya atau sudah dipergunakan. Makanan yang ada di kulkas belum tentu rezeki kita, sebelum kita memakannya. Demikian pula minuman sebelum kita minum dan pakaian sebelum kita kenakan.

Uang yang ada di saku, dompet, atau rekening kita juga belum tentu rezeki kita, karena bisa saja hilang atau kita meninggal dunia sehingga uang itu berpindah kepemilikan, misalnya kepada ahli waris atau orang lain.

Uang baru disebut rezeki kita jika sudah dibelanjakan dan belanjaan itu sudah kita nikmati. Ia juga baru bisa disebut rezeki jika sudah kita belanjakan di jalan Allah dengan zakat, infak, dan sedekah. 

Infak di jalan Allah termasuk Amal Jariyah berarti menjadikan uang itu sebagai ”rezeki dunia-akhirat” karena pahalanya terus mengalir hingga ke alam akhirat.

Yang pasti, Allah SWT menjamin ada rezeki bagi setiap makhluk-Nya (QS. 11:6). Tugas kita adalah ikhtiar, doa, dan tawakal untuk menjemput rezeki itu.

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendakiNya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu" (QS. At-Thalaq:2-3).  Wallahu a’lam bish-shawabi.*