Rabu, 18 Juli 2018

Hukum Umat Islam Mengucapkan Selamat Natal


Hukum Muslim Mengucapkan Selamat Natal
Hukum Umat Islam Mengucapkan Selamat Natal

Bagaimana hukumnya mengucapkan "Selamat Natal" kepada kawan dan relasi yang beragama Kristen? Mohon dijelaskan dan ditegaskan. Terima kasih.

JAWAB: Jumhur atau mayoritas (sebagian besar) ulama mengharamkan umat Islam mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Kristen, tanpa bermaksud mengabaikan toleransi. Umat Islam harus menghormatinya saja, tanpa mesti mengucapkan selamat.

Ada memang sebagian kecil ulama yang membolehkannya. Jadi, yang terkuat tentu yang mayoritas atau pendapat sebagian besar ulama, yakni tidak boleh (haram) mengucapkan Selamat Natal.

Jadi, kita tidak usah mengucapkan Selamat Natal, cukup dengan menghormati keyakinan kaum Kristen itu, dengan cara tidak mengejek dan tidak mengganggu mereka, sebagai pelaksanaan konsep toleransi dalam Islam. (Lakum Dinukum waliya Diin).

Menurut Ijma’ ulama, mengucapkan selamat berarti menyetujui atau merestui ritual mereka yang jelas-jelas tidak sesuai dengan iman Islam. Islam tidak membenarkan ritual mereka, dan umat Islam wajib mengingkarinya.

Umat Islam juga tidak boleh menghadiri ritual mereka itu, juga tidak boleh memenuhi undangan mereka. Kami yakin, umat Kristen juga mengerti posisi umat Islam dalam hal ini. Mengikuti acara Natal –juga Tahun Baru Masehi— dinilai para ulama telah melanggar aturan Islam, berdasarkan hadits:

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (hadits shahih, HR. Abu Daud)

Menurut  Ibn Taimiyah: “Menyerupai mereka di dalam sebagian hari-hari besar mereka mengandung konsekuensi timbulnya rasa senang di hati mereka atas kebatilan yang mereka lakukan, dan barangkali hal itu membuat mereka antusias untuk mencari-cari kesempatan (dalam kesempitan) dan mengihinakan kaum lemah (iman).”

Fatwa MUI tahun 1981 jelas mengharamkan umat Islam mengikuti upacara Natal. Disebutkan dalam fatwa tersebut: (1) Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram. (2) Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.*
Silahkan klik bagikan / share dan Semoga ALLAH SWT akan membalas sekecil apapun amal baik kalian Semua...Amin!!!

Sabtu, 14 Juli 2018

Hukum Menggambar Makhluk Hidup dalam islam

Hukum Menggambar Makhluk Hidup
Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa dan Fotografi Menurut Islam.

Tolong beri saya saran atas pekerjaan saya sebagai ilustrator (bagian gambar). Saya masih binggung dengan hadits yang melarang menggambar makhluk hidup, terima kasih.

JAWAB: Menggambar dalam bahasa Arab disebut at-tashwir, yaitu memindahkan bentuk atau rupa sesuatu ke sebuah media (kertas, batu, atau lainnya) dengan cara dilukis, dipahat, atau diambil gambarnya dengan alat tertentu.

Berdasarkan pengertian ini maka memahat, mengukir, membuat patung, melukis dan mengambil foto atau video termasuk dalam kategori menggambar secara istilah (at-tashwir).

Dalam sejumlah hadits shahih Rasulullah Saw mengharamkan at-tashwir karena pada masa Jahiliyah ia merupakan salah satu sebab munculnya paganisme. Kaum Jahiliyah membuat dan menyembah patung (berhala).

"Barangsiapa menggambar satu gambar di dunia, niscaya akan dibebankan kepadanya untuk meniupkan ruh ke gambar tersebut pada hari kiamat, dan dia tidak akan mampu meniupkannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

“Sesungguhnya yang menggambar lukisan ini kelak akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: “Hidupkanlah gambar-gambar yang telah engkau ciptakan ini.” (HR. Bukhari).

"Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam. Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa”  (HR. Muslim).

“Manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru-niru Allah dalam hal mencipta.” (HR Bukhari dan Muslim).

"Semua penggambar akan berada di neraka. Setiap bentuk yang mereka gambar akan diberikan ruh, dan dengan gambar-gambar itulah mereka disiksa di Jahannam.” (HR. Muslim)

Alasan Pengharaman GambarAda dua perkara yang menjadi sebab (illat) diharamkannya gambar bernyawa:
  1. Gambar itu disembah atau dijadikan ajimat sehingga merupakan bentuk syirik.
  2. Gambar itu diagungkan dan dimuliakan, baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.

Jika kedua illat itu hilang dalam menggambar --hasil gambar bukan untuk disembah atau dimuliakan, melainkan sekadar dokumenrasi, maka sebagian besar ulama membolehkan gambar dan fotografi.

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (1/455) disebutkan, gambar/foto yang tidak menimbulkan fitnah dan syirik dibolehkan. Jika gambar/foto itu menimbulkan syahwat, mengumbar aurat, apalagi disembah, maka hukumnya haram.

"Karena gambar bisa menjadi sarana menuju kesyirikan, seperti pada gambar para pembesar dan orang-orang saleh. Atau bisa juga menjadi sarana terbukanya pintu-pintu fitnah, seperti pada gambar-gambar wanita cantik, pemain film lelaki dan wanita, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang."
Syariat Islam membolehkan (mubah) menggambar ilustrasi berupa pepohonan atau tumbuh-tumbuhan, batu, sungai, gunung, dll.

Syekh Yusuf Qardhawi dalam Halal dan Haram dalam Islam (1993) menyatakan, menggambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung, dan sebagainya, maka ini tidak dosa alias boleh.

Yang diharamkan itu menggambar manusia dan hewan (makhluk bernyawa), baik gambar utuh, setengah atau sebagiannya, maupun berupa karikatur.

Para ulama membolehkan proses mendapatkan gambar selain dengan gambar tangan langsung, misalnya fotografi, printing, dan sebagainya.

Menggambar makhluk bernyawa yang diperuntukkan untuk anak kecil hukumnya mubah. Kebolehannya diqiyaskan dengan kebolehan membuat patung untuk boneka dan mainan anak-anak sepertu kuda-kudaan (HR. Bukhari, Abu Dawud, Nasai).

Ibnu Hazm berkata, “Diperbolehkan bagi anak-anak bermain-main dengan gambar dan tidak dihalalkan bagi selain mereka. Gambar itu haram dan tidak dihalalkan bagi selain mereka (anak-anak). Gambar itu diharamkan kecuali gambar untuk mainan anak-anak ini dan gambar yang ada pada baju.” (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Silahkan klik bagikan / share dan Semoga ALLAH SWT akan membalas sekecil apapun amal baik kalian Semua...Amin!!!

Jumat, 13 Juli 2018

Media Sosial Bisa Membuat Stres & Hilang Pahala Ibadah

Media Sosial
Dampak Buruk Media Sosial: Stress, Hilang Pahala Ibadah (Riya), dan 'Ujub.

MEDIA SOSIAL, termasuk Facebook, Twitter, dan Instagram, bisa membuat seseorang stress dan resah, bahkan mengalami gangguan jiwa.

Dalam perspektif Islam, media sosial bahkan bisa menggugurkan pahala ibadah atau kebaikan, karena status media sosial bisa menimbulkan pamer amal ingin dipuji orang lain (riya'), juga potensial membuat ujub, takabur, atau berbangga diri yang dilarang Islam.

Media sosial memang banyak manfaatnya, namun madoratnya pun 'gak ketulungan. Berikut ini ulasan ringkas tentang bahaya atau dampak buruk media sosial bagi kesehatan jiwa dan ibadah sebagai Muslim.

Bahaya Media Sosial bagi Kesehatan Jiwa

Menurut  seorang psikiatri, Dr Anjali Chhabria, terlalu terlibat dan aktif di media sosial bisa mengundang pikiran yang resah, labil, dan emosi yang tidak seimbang.

“Semakin banyak teman Anda di media sosial, maka rasa penasaran dan kompetisi terhadap kehidupan mereka semakin tinggi,” jelas Dr Chhabria  seperti dikutip Tribunnews.

Dewasa ini banyak pengguna media sosial, terutama Facebooker dan Tweps, bukan lagi untuk komunikasi, tapi untuk memamerkan pencapaian dan kebahagiaan semu di dunia maya.

“Bukan hanya stres, banyak orang tidak menyadari bahwa media sosial juga menyebabkan mereka sulit tidur di malam hari. Tubuh yang kurang tidur rentan stres,” terangnya.

Membaca status atau melihat foto teman di Facebook, juga bisa menimbulkan iri hati, dan merasa orang lain lebih bahagia dan lebih sukses daripada dirinya. Maka, kurangi aktivitas di media sosial!

Bahaya Media Sosial bagi Amal Kebaikan: Riya

Selain bahaya dari sisi kesehatan jiwa, medsos juga membahayakan amal kebaikan, berupa pamer amal kebaikan alias riya yang merupakan salah satu sikap yang dibenci Allah SWT.

Muslim yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, banyak yang tergoda untuk selfie, narsis, lalu mengunggahnya di media sosial. Ulama Saudi bahkan mengeluarkan fatwa haram hukumnya selfie bagi jamaah haji/umroh.

Riya’ termasuk penyakit hati, sekaligus penghapus pahala amal kebaikan. Secara harfiyah, riya’ –berasal dari kata raa-a yuraa-u ru’yah yang artinya melihat, memperlihatkan, menampakkan, menunjukkan, terlihat, atau “pamer”, sebagaimana firman Allah SWT: “… dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia.” (QS. Al-Anfal:47).

Secara istilah, riya’ bisa dimaknai sebagai “pamer amal kebaikan”, yakni sengaja menampakkan atau menunjukkan amal solehnya kepada orang lain agar mendapatkan pujian, penghargaan, atau membuat orang lain itu kagum kepadanya.

Para ulama mendefiniskan riya sebagai “sikap menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka”.

Riya’, dengan demikian, adalah melakukan amal kebaikan atau ibadah dengan niat bukan ikhkas karena Allah, karena ingin pujian, decak kagum, atau ingin dilihat oleh orang lain.

Termasuk ke dalam perbuatan riya’ adalah sum’ah, yakni agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan lalu kita pun dipuji bahkan “terkenal” sebagai orang baik.

Seseorang berbuat riya’ atau tidak, hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu. Namun, secara lahiriah, ciri riya’ a.l. jika amal baik atau ibadahnya dilakukan di depan orang lain atau disaksikan manusia, ia tampak giat, antusias, atau bersemangat, tapi jika sendirian, maka ia bermalas-malasan, tidak bergairah, bahkan tidak melakukannya sama sekali.

Jadi, ciri utama riya’ adalah ingin mendapat pujian, baik sebelum melakukan kebaikan (riya’ dalam hal niat/motif) maupun setelah melakukannya (tujuan akhir amalnya dipuji orang).

Riya’ menjadikan amal kebaikan menjadi sia-sia, sebagaimana firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS. Al-Baqarah: 264).

“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya’” (QS. Al-Ma’un:4-6).

Rasulullah Saw menyebutkan riya’ sebagai “syirik kecil” (syirkul ashghar), yakni menyekutukan Allah SWT dalam skala kecil, karena mestinya niat ibadah hanya karena mengharap ridha-Nya, bukan ridha selain-Nya.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya`)” (HR Ahmad). Riya’ membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’). Sesungguhnya riya’ adalah syirik kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim).

Riya juga disebut “syirik tersembunyi” karena keberadaannya yang bisa tidak disadari oleh yang berlaku riya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy, ia berkata,”Rasulullah Saw pernah menemui kami dan kami sedang berbincang tentang Al-Masih Dajjal.

Maka beliau Saw bersabda,”Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang aku takutkan terhadap kalian daripada Al-Masih Dajjal?’ Kami menjawab, ’Tentu, wahai Rasiulullah.’ Beliau Saw berkata, ’Syirik yang tersembunyi, yaitu orang yang melakukan shalat kemudian membaguskan shalatnya tatkala dilihat oleh orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).

Selain riya', media sosial juga potensial membuat orang jadi ujub-takabur atau berbangga diri dengan pencapaian atau keberhasilannya dengan memamerkannya di media sosial.

Demikian bahaya media sosial bagi kesehatan jiwa dan nasib amal kebaikan kita. Semoga tidak terjadi pada diri kita. Amin...! *

Silahkan klik bagikan / share dan Semoga ALLAH SWT akan membalas sekecil apapun amal baik kalian Semua...Amin!!!

Hukum Menginstal Ringtone Alquran di Hp Android

 Aplikasi & Ringtone Al-Quran
BAGAIMANA hukumnya memasang atau instal Software Aplikasi Al-Quran di HP atau SmartPhone? Apa hukumnya memasang Ringtone Suara Ngaji? Mengingat ‘kan Al-Quran itu disucikan dan diagungkan. Apakah hal tersebut diperbolehkan?

JAWAB: Sejauh ini kami berpendapat memasang aplikasi Al-Quran di HP boleh (mubah). Kami belum menemukan dalil yang melarangnya.

Menurut kami, menyimpan nash Al-Quran dalam HP sama hukumnya dengan menyimpannya di dalam komputer, yakni sama-sama boleh, asalkan tujuannya baik, yaitu untuk memudahkan kita ketika hendak membacanya atau mendengarkannya.

Salah satu ulama yang pernah membahas masalah ini adalah ulama Arab Saudi, Syaikh Dr. Shalih ibn Fauzan ibn Abdullah (Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan).

Dalam sebuah fatwanya ia membolehkan menyimpan mushaf Al-Quran dalam HP dan membaca darinya (www.alfawzan.ws).

Hukum Ringtone Al-Quran

Lain halnya jika menggunakan Al-Quran sebagai nada dering (ringtone). Hal itu dilarang karena Al-Quran tidak diturunkan untuk yang demikian dan ini bukan termasuk memuliakan syiar-syiar Allah.

Jika suara bacaan Al-Quran digunakan sebagai ringtone, sama saja dengan memperlakukannya seperti nada dering, musik, atau lagu pada umumnya. Sedangkan Al-Quran sangat mulia, jauh lebih mulia.

Ditegaskan Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan:

"Tidak boleh menggunakan dzikir-dzikir, khususnya Al-Quran Al-Karim dalam handphone sebagai ganti dari nada dering yang muncul ketika ada yang mau berbicara. Hendaknya memasang nada dering biasa, yang tidak ada musiknya, seperti nada dering jam, atau suara lonceng yang ringan. Adapun menggunakan dzikir , Al-Quran, dan adzan maka ini termasuk berlebih-lebihan dan termasuk penghinaan terhadap Al-Quran dan dzikir-dzikir tersebut. Demikian pula ketika memasuki kamar kecil/WC, hendaknya program Al-Qurannya dimatikan.” Wallahu a’lam bish-shawabi.*


Silahkan klik bagikan / share dan Semoga ALLAH SWT akan membalas sekecil apapun amal baik kalian Semua...Amin!!!

Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam)

Kewajiban Muslim terhadap Agamanya (Islam)
Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam) bukan sekadar mengamalkan, tapi juga menyebarkan dna menjaga serta membela nama baiknya.

MENGACU kepada QS. Al-'Ashr, ulama menyebutkan ada 5 kewajiban kaum Muslim terhadap agamanya (Islam), yaitu mengimani Islam, mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya.

  1. Iman  -- yakin sepenuh hati bahwa Islam yang terbaik dan paling benar.
  2. Ilmu -- mempelajari dan memahami ajaran Islam secara keseluruhan.
  3. Amal -- mengamalkan ajaran Islam seoptimal mungkin (mastatho'tum)
  4. Dakwah -- menyebarkan kebenaran agama Islam kepada orang lain.
  5. Jihad -- menjaga kehormatan dan membela nama baik Islam dan kaum Muslim.
Dakwah dan jihad (membela Islam) tidak mesti selalu dengan terjun langsung, seperti para da'i dan mujahid di medan juang, tapi juga dengan membantu persiapan dan dukungan moral & material/dana kepada lembaga-lembaga dakwah dan jihad fi sabilillah.

“Barangsiapa yang membantu orang yang berjuang, maka sesungguhnya dia telah berjuang. Dan barangsiapa yang menanggung keluarganya dengan kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berperang” (HR Bukhari & Muslim).

Berjuang mendakwahkan dan membela Islam bisa dilakukan dengan ragam cara, dengan harta, jiwa, juga lisan.

"Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lisan kalian" (HR Abu Daud dan Al-Hakim dari Anas). Wallahu a'lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Sumber: KH Endang Saifuddin Anshary, Kuliah Al-Islam.

Rabu, 03 Januari 2018

Iman Bisa Naik-Turun, Bertambah dan Berkurang

Iman Bisa Naik-Turun, Iman Bisa Bertambah dan Berkurang
Iman Bisa Naik-Turun, Bertambah dan Berkurang, bahkan hilang saat berbuat maksiat.

Tanya: Apa benar iman kita itu bisa bertambah dan berkurang alias naik-turun? Bagaimana bisa? Bagaimana biar iman kita stabil dan bertambah terus? Terima kasih.

JAWAB: Ya benar. Rasulullah Saw bersabda:

الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ

 "Iman itu ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang" (HR Abu Nu'aim).

Iman adalah percaya atau yakin bahwa Allah SWT satu-satunya Tuhan yang berkah disembah, dengan bukti menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sebagaimana tertuang dalam Syariat Islam.

Ibnu Taimiyah berkata, “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq (membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.

Salah satu ciri orang beriman adalah bertambah imannya ketika mendengarkan atau dibacakan ayat-ayat Allah SWT (QS. 8:2).

Iman seseorang berkurang, bahkan hilang, ketika ia berbuat maksiat (HR Bukhari dan Muslim).

Dalil yang menjelaskan naik-turun atau tambah-kurangnya iman antara lain:

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)” (QS. Al-Fath/48: 4) .

“Dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman mereka (karenanya)” (QS. Al-Anfāl/8: 2).

“Dan bila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapa di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (QS. At-Tawbah/9:124) .

Ayat di atas jeas menyebutkan bertambahnya uman. Meski tidak secara eksplisit menyebutkan berkurangnya iman, namun dengan ditetapkan kata “betambah” berarti mencakup pula kata “berkurang”.

Agar iman stabil, bahkan terus bertambah, maka laksanakan segala perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya, sering dzikir dan baca Quran, menghadiri majelis ilmu (pengajian), dan bergaullah dengan orang-orang shaleh dan lingkungan Islami (religius).

Para ulama mengingatkan, teman bergaul juga menentukan pola pikir dan akhlak atau perilaku kita. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Minggu, 17 Desember 2017

Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita

api neraka
Apa Sebabnya Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita?
 

IBNU Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Saya melihat ke dalam surga, (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir (miskin), dan saya melihat ke dalam neraka (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah wanita."

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., diterangkan, Rasulullah Saw bersabda: "Saya melihat ke dalam surga (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir, dan saya melihat ke dalam neraka (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang kaya dari kaum wanita."

Dalam hadis shahih yang diriwayatkan Abdullah bin Umar r.a. diterangkan, Rasulullah Saw bersabda:

"Wahai para wanita, bersedekahlah dan banyak-banyaklah ber-istighfar karena sungguh aku melihat kalian (wanita) sebagai mayoritas penghuni neraka."

Tiba-tiba salah seorang di antara mereka yang paling pandai bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa kami menjadi mayoritas penghuni neraka?"

Rasulullah Saw menjawab, "Kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan suami. Aku tidak melihat manusia yang kurang akal dan agamanya yang dapat mengalahkan manusia yang berakal sempurna (suami) selain daripada kalian."

Wanita itu pun bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agamanya itu?"

Nabi Saw menjawab, "Adapun kurang akal karena persaksian dua wantia menyamai persaksian satu orang laki- laki. Maka inilah yang dimaksud dengan kurang akal. Dan dalam beberapa hari kalian tidak shalat dan tidak berpuasa, maka inilah yang dimaksud dengan kurang agama."

Argumen lain --ini dalil aqli-- jumlah penghuni neraka lebih banyak wanita karena memang jumlah wanita di dunia lebih banyak dari pria. Demikian menurut berbagai data statistik yang diperkuat hadits Rasulullah Saw:

"Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat ialah hilangnya ilmu dan menyebarluaskannya kebodohan, maraknya perzinahan, diminumnya khamar, banyaknya perempuan dan sedikitnya laki-laki sehingga 50 wanita diurus oleh satu pria." (HR. Bukhari,Muslim, dan Tirmidzi). Di akhir zaman, jumlah wanita dibanding pria 50:1.

Kesimpulan
Mayoritas Penghuni Neraka adalah Wanita  karena:
1. Jumlah kaum perempuan itu lebih banyak dari kaum pria.
2. Wanita Kurang Akal
3. Wanita Kurang Agama
 
Wallahu a'lam bish-shawabi.*

Jumat, 01 Desember 2017

Bacaan Ruku’ dalam Shalat yang Benar

Bacaan Ruku’ dalam Shalat
Bacaan Ruku’ dalam Shalat yang Benar

TANYA: Assalamu'alaikum! Bacaan ketika ruku' dalam shalat yang benar apa ya?

Ada imam yang ruku' dan sujudnya lama banget, makmum jadi gak khusyu' karena merasa heran bacaannya apa.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb.  Memnaca doa atau bacaan tertentu selama ruku' selama shalat hukumnya sunat. Boleh baca, boleh juga diam saja, asalkan diamnya (thuma'ninah) minimal selama durasi bacaan tasbih "Subhanallah" dengan pelan (tidak cepat).

Menurut Fiqh Sunnah karya Sayid Sabiq dan Pedoman Sholat karya Hasbi Ash-Shiddiqiy, dalam ruku’, Rasulullah SAW membaca bacaan yang beragam, antara lain:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمِ


”Subhana rabbiyal’adhim” (3x, terkadang lebih). Artinya: Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah).

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ

”Subhana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x), “Mahasuci dan Mahaagung Allah, segala puji bagiNya”. (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad, dan Thabrani).

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

”Subhanaka Allahumma wabihamdika allahummagh firli”. “Mahasuci Engkau wahai Tuhan dan dengan memuji-Mu ampunilah aku.

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

“Subbuuhun qudduusur Robbul malaaikati warruuh”.Maha Suci dan Pemberi Berkat, Tuhan Malaikat dan Ruh” (HR. Muslim dan Abu ‘Uwanah).


Soal ruku' imam sholat yang lama banget, kemungkinan ia membaca salah satu bacaan ruku' di atas secara pelan sekali. Namun, imam yang baik akan meringankan shalatnya (memendekkan bacaan) karena makmum itu beragam.  

إِذَا صَلَّـى أَحَدُكُمْ لِلنَّـاسِ فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيْهِمُ الضَّعِيْفَ وَالسَّقِيْمَ وَالْكَبِيْرَ، فَإِذَا صَلَّى لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ.

"Jika salah seorang di antara kalian mengimami orang-orang, maka hendaklah ia meringankannya. Karena di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan orang tua. Namun, jika dia shalat sendirian, maka dia boleh memperpanjang sesuka hatinya" (HR Muttafaq 'Alaih dari Abu Hurairah). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Rajin Sholat Tapi Percaya Azimat, Bagaimana Hukumnya?

Percaya Azimat
TANYA: Apa hukumnya orang yang rajin sholat tetapi masih percaya dengan azimat (jimat) hal-hal yang gaib (benda pusaka, batu aki, keris)?

Apakah orang yang ikut ngobrol masalah benda gaib tersebut juga berdosa/haram? Sedangkan saya pribadi tdak prcaya dengan benda2 gaib. Atas perhatian dan jawabannya saya ucapkan trimakasih. Wassalam.

JAWAB: Wa’alaikum salam wr wb. Seorang Muslim memang semestinya rajin shalat karena shalat merupakan kewajiban utama umat Islam. Sholat menjadi pembeda utama antara orang yang beragama Islam dan yang bukan Muslim.

Namun, jika seorang Muslim kemudian percaya pada hal-hal berbau tahayul dan khurafat seperti di atas, maka yang demikian shalatnya tidak berpengaruh bagi dirinya.

Ciri sholat yang benar itu antara lain membuat pelakunya meninggalkan hal munkar seperti percaya pada benda-benda yang Anda sebutkan. “Sesungguhnya sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar” (QS. Al-Ankabut:45 ).

Semoga yang bersangkutan segera bertobat dan meninggalkan kepercayaan pada benda-benda tersebut.

Islam mengharuskan umatnya percaya pada hal ghaib, namun yang dimaksud ghaib yang harus diimani itu adalah Allah SWT, para malaikat, dan Hari Akhir.

Yang ikut ngobrol masalah benda tersebut tidak berdosa jika tidak percaya, malah berpahala jika obrolannya berisi mengingatkan yang percaya supaya meninggalkan keyakinannya itu.

Mempercayai sebuah benda memiliki kekuatan ghaib termasuk syirik –menyekutukan Allah SWT. Syirik merupakan dosa terbesar.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya." (QS. An Nisaa’ : 48, 116).

Benda keramat, pusaka, benda antik, atau benda apa pun yang dianggap/dipercaya punya “kekuatan ghaib” dalam istilah bahasa Arab disebut Tamimah. Ia dipercaya memiliki “kekuatan ghaib” yang dapat membantu menyelesaikan segala persoalan hidup, menyebuhkan, dan sebagainya, seperti keris, pedang, tombak, badik, batu mulia, batu kristal, besi kuning, jenglot (dipercaya sebagai tubuh orang sakti yang mati), dan sebagainya.

Hukum percaya Tamimah itu haram (tidak boleh, berdosa).

“Barangsiapa menggantungkan Tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan Wadaah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya. Disebutkan dalam riwayat lain: “Barangsiapa menggantungkan Tamimah, maka dia telah berbuat syirik” (HR. Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir).

"Nabi Saw melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya: Apakah ini? Orang itu menjawab: Penangkal sakit . Nabi pun bersabda: Lepaskan itu karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya” (HR. Imam Ahmad).

“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (sebagai Tamimah), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada Tamimah itu”. (HR. Imam Ahmad dan Tirmizi).

Yang Mahakuasa memberikan kekuatan, keselamatan, bencana, dan sebagainya hanya Allah SWT.

"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu" (QS. Al-An'am:17).

"Sesungguhnya mantera, azimat, dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik" (HR. Ibnu Hibban).

Dalam sebuah Atsar diriwayatkan, suatu ketika Abdullah bin Mas'ud melihat di leher istrinya ada kalung bermantera, lalu ia bertanya, apakah ini? Istrinya menjawab: kalung yang dimanterai untuk melindungi dari racun.

Abdullah menarik kalung tersebut, lalu memotong-motong dan membuangnya, lalu berkata: "Keluarga Abdullah telah terbebas dari kemusyrikan. Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna adalah syirik…" (HR. Ibnu Majah, Abu Daud, dan Hakim). Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Tips Meraih Malam Lailatul Qodar

Lailatul Qodar
Lailatul Qadar adalah Malam Penuh Keberkahan dan Kemuliaan. Bagaimana cara meraih malam Lailatul Qodar?

LAILATUL Qodar adalah sebutan bagi suatu malam penuh keberkahan dan kemuliaan yang hanya terjadi di bulan Ramadhan.

Orang yang mengalami atau mendapatkan malam Lailatul Qodar, dijamin oleh Allah SWT akan mendapatkan ampunan segala dosa dan hidupnya berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Apa sebenarnya Malam Lailatul Qodar? Kapan terjadinya Lailatul Qadar? Bagaimana cara mendapatkannya?



Pengertian Lailatul Qodar

Secara harfiyah ‘Lailatul Qodar’ artinya “malam ukuran” atau ”malam penetapan”. Secara istilah, para ulama memaknai Lailatul Qodar dengan sebutan "malam yang agung" atau "malam yang mulia".

Ada juga pendapat, Lailatul Qodar artinya ”Malam Penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia”.

Keberadaan Lailatul Qodar ditegaskan dalam Al-Quran.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).

Diturunkannya Al-Quran pada malam itu (QS. Al-Qodar:1-5) dipahami sebagai ”penetapan jalan hidup manusia”, yakni jalan hidup manusia harus sesuai dengan panduan Al-Quran.

Pada malam itu, para malaikat --termasuk “ruh” (Jibril)-- turun ke bumi untuk menghampiri dan mengucapkan salam kepada hamba-hamba Allah yang sedang Qiyamul Lail atau melakukan dzikir. Pada malam itu, pintu-pintu langit dibuka, Allah menerima tobat para hamba-Nya (HR. Abdullah bin Abbas).

Menurut Anas bin Malik, yang dimaksud dengan keutamaan Lailatul Qodar adalah ibadah seperti shalat, tilawah Al-Qur'an, dzikir, dan amal sosial (seperti zakat, infak, sedekah) yang dilakukan pada malam itu lebih baik dibandingkan amal serupa yang dilakukan selama seribu bulan.

Orang yang menghidupkan malam Lailatul Qodar dengan banyak ibadah dan mendapatkan, maka akan diampuni semua dosanya.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan shalat malam atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari & Muslim).

Kapan Waktu Lailatul Qodar?

Yang menariknya, Allah dan Rasulnya tidak menentukan tanggal atau kapan persisnya malam kemuliaan itu tiba. Para ulama berbeda pendapat tentang kapan persis terjadinya Lailatul Qodar karena beragamnya informasi hadits Rasulullah serta pemahaman para sahabat:
  1. Malam ke-27 (HR. Iman Ahmad, Thabroni, dan Baihaqi).
  2. Malam 17 Ramadhan, malam diturunkannya Al-Quran (Nuzulul Quran).
  3. Malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan (HR. Bukhori, Muslim, dan Baihaqi).
  4. Malam tanggal 21 Ramadhan
  5. Malam tanggal 23 Ramadhan.
  6. Pada tujuh malam terakhir (HR Bukhari dan Muslim).

Sebagai pegangan, kita bisa menarik kesimpulan, Lailatul Qodar terjadi pada malam ganjil dalam 10 terakhir bulan Ramadhan. Dengan demikian, “perburuan” malam itu bisa dilakukan mulai malam ke-21 hingga ke-29 Ramadhan, utamanya dengan i’tikaf di masjid.

Tanda-Tanda Lailatul Qodar

Tanda-tanda Lailatul Qodar itu antara lain suasana malam itu terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk, tidak terasa panas, tidak juga dingin. Pada pagi harinya matahari terbit dengan jernih, terang-benderang, tanpa tertutup awan (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Tanda yang paling jelas tentang kehadiran Lailatul Qodar bagi seseorang adalah kedamaian dan ketenangan batinnya sehingga benar-benar menikmati kedekatan dengan Allah melalui ibadah pada malam itu.

Demi menggapai Lailatul Qodar, umat Islam diizinkan untuk hidup seperti pertapa, yakni i’tikaf, mengurung diri di dalam masjid, menyibukkan diri dengan sholat, dzikir, doa, dan pengkajian Al-Quran dan As-Sunnah, juga menggali hikmah di balik segala fenomena kehidupan, serta menjauhi segala urusan duniawi.

Tanda Penemu Lailatul Qodar: Berubah Lebih Baik

Orang yang menemui Lailatul Qodar akan berubah kehidupannya menjadi jauh lebih baik dan mulia. Para malaikat yang ”menemu jiwanya” malam itu, akan tetap hadir memberikan bimbingan dalam hidupnya hingga akhir hayat.

Dengan kehadiran “semangat kebaikan” yang ditanamkan atau dibisikkan malaikat itu, bisikan nafsu dan setan akan terpinggirkan, takkan mampu mengalahkan pengaruh bisikan kebaikan malaikat.

Pandangan demikian mendapatkan “pembenaran sejarah”. Lailatul Qodar yang ditemui Muhammad Saw pertama kali adalah ketika beliau menyendiri di Gua Hira, merenung tentang kondisi diri sendiri dan masyarakat.

Dalam kesucian dirinya, turunlah “Ar-Ruh” (Malaikat Jibril) membawa wahyu sehingga terjadilah perubahan total hidup Muhammad sekaligus mengubah peradaban dunia.

Risalah Islam memberikan panduan, untuk meraih malam Lailatul Qodar itu, kita dianjurkan I'tikaf di masjid, berdiam diri untuk fokus dan khusus beribadah kepada Allah SWT, dengan dzikir, doa, baca Quran, dan mendalami ajaran Islam.

Semoga kita mampu meraih Lailatul Qodar agar mendapatkan keberkahan, kemuliaan, dan perubahan dalam hidup kita supaya lebih baik. Amin Ya Rabbal 'Alamin....! (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Rabu, 29 November 2017

Di Surga Pria Bersama Bidadari, Kalau Wanita Bersama Siapa?

muslimah
Di Surga Pria Bersama Bidadari, Kalau Wanita Bersama Siapa?

TANYA: Pria yang masuk surga akan mendapatkan bidadari. Bagaimana dengan kaum wanita? Apakah wanita Muslimah yang masuk surga akan berpasangan dengan “bidadara”? Mohon pencerahannya. (Siti)

JAWAB: Berbagai keterangan menyebutkan kaum wanita yang masuk surga akan mendapatkan pasangan juga, yaitu suaminya sendiri (bagi yang sudah menikah di dunia dan suaminya ahli surga juga) dan yang belum memiliki suami di dunia akan dinikahkan oleh Allah denga pria ahli surga juga.

Wanita yang belum sempat menikah di dunia, maka Allah SWT akan menikahkannya di surga dengan seorang pria dari penduduk dunia, sebagaimana sabda Nabi Saw:

“Di surga tidaklah ada orang yang membujang (tidak memiliki pasangan)” (HR. Muslim).

Syeikh Ibn ‘Utsaimin berkata: “Bila seseorang belum menikah, yaitu seorang wanita di dunia ini, maka sesungguhnya Allah SWT akan menikahkan dengan pria yang ia sukai di surga. Kenikmatan surga tidak hanya khusus untuk kaum pria, akan tetapi wanita. Termasuk bentuk kenikmatan (surga) adalah perkawinan.”(Al-Majmu’ al-Tsamin).

Masih menurut Syeikh Ibnu‘Utsaimin, wanita yang belum menikah atau suaminya tidak termasuk ahli surga, maka sesungguhnya bila ia masuk surga, di sana akan ada pria ahli surga yang akan memperisterinya.

Pria ahli surga lebih afdhal (utama) dari bidadari. Pria yang paling baik ada di antara pria ahli surga. Bila seorang wanita di dunia mempunyai dua suami atau lebih, ia diberi pilihan untuk memilih di antara keduanya dan ia akan memilih yang paling baik (Fatawa wa Durusul Haramil Makki/Fatwa-Fatwa Kontemporer Ulama Ahlussunnah).

Dalam hadits riwayat Thabrany, Ummu Salamah bertanya kepada Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu ia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.” (HR. Thabrany).

Demikianlah Allah SWT akan memberikan imbalan bagi pria dan wanita yang beriman dan beramal saleh.  

”Dan barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS. An-Nahl: 97). Wallahu a’lam bish-shawabi. (http://inilahrisalahislam.blogspot.com).*

Makmum Sempat Ikut Ruku Bersama Imam, Apakah Dihitung Satu Rakaat?

Makmum Sempat Ikut Ruku Bersama Imam
TANYA: Dalam sebuah shalat berjamaah, seorang makmum tidak sempat membaca doa iftitah dan Al-Fatihah, karena imam sudah takbir untuk ruku'. Makmum tadi langsung mengikuti imam untuk ruku’, apakah itu akan dihitung satu rakaat/tidak?


Dalam kasus lain, makmum datang ke masjid. Didapatinya jamaah sedang ruku' bersama Imam, lalu makmum tadi takbiratul ihram sebagai tanda mulai shalat, lalu langsung ikut ruku', apakah dihitung mendapatkan satu rakaat bersama imam?

JAWAB: Jawaban ringkasnya: ya, makmum tersebut mendapatkan satu rokaat. Jika yang dimaksud adalah rokaat pertama, maka ia harus turut ikut salam atau mengakhiri shoalat bersama imam dan makmum lain yang shalat sejak awal bersama imam

Berbagai keterangan menyebutkan demikian. Seorang makmum yang sempat mengikuti ruku’ bersama imam, maka itu dihitung satu rakaat, meskipun dia tidak sempat membaca Al-Fatihah.

Bila seorang makmum datang ke masjid untuk shalat berjamaah dan mendapati imam dalam keadaan ruku’ bersama makmum lain, maka ma’mum yang baru datang itu harus langsung takbir, lalu ruku’ bersama imam, dan ia sudah dianggap mendapatkan rakaat dalam shalat berjamaah tersebut.

Dalam Shahih Bukhari terdapat hadits shahih dari Abu Bakrah As-Saqafi r.a. "Suatu hari dia masuk masjid dan Nabi Saw (beserta jama’ah) sedang ruku’. Lalu Abu Bakrah ruku’ sebelum sampai shaf. Lalu (sambil ruku’) dia berjalan menuju shaf. (Setelah selesai shalat) Nabi bersabda kepadanya: Semoga Allah Ta’ala menambah semangatmu (dalam kebaikan), tapi jangan diulang lagi” (HR Abu Dawud).

Yang dimaksud “Tapi jangan diulang lagi” maksudnya jangan ruku’ sebelum masuk shaf (barisan).

Menurut ulama asal Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, dalam Fatawa bin Baaz, disyari’atkan bagi seorang mukmin untuk berjalan menuju jama’ah dengan tenang, tidak tergesa-gesa, walaupun saat itu imam sedang ruku’.

Jika dia masih berkesempatan mendapatkan ruku’nya imam, maka alhamdulillah, dan jika tidak keburu, maka dia menjadi masbuq --makmum yang tertinggal rakaat-- dan harus menambah satu raka’at lagi.

“Apabila seorang makmum mendapatkan ruku’nya imam, maka dia dianggap mendapat satu raka’at. Inilah pendapat yang benar dari jumhur ulama.” (Fatawa bin Baaz, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).

Lalu bagaimana dengan hadits yang mewajibkan baca Al-Fatihah dalam tiap rakaat shalat: “Tidak ada sholat bagi siapa yang tidak membaca Al Fatihah”?

Sebagaimana dalam kasus Abu Bakrah di atas, ia hanya mendapatkan ruku’, Nabi Saw tidak memerintahkan Abu Bakrah untuk mengganti raka’at tersebut, hal ini menunjukkan bahwa rukun membaca Al-Fatihah gugur jika seseorang tidak mendapati imam kecuali sedang ruku’.

Berikut ini penjelasan deatai Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz saat ditanya : Saya masuk masjid dan saat itu jama’ah sedang ruku’. Apakah dalam keadaan seperti ini, saya harus membaca takbiratul ikhram dan takbir ruku’ (membaca dua takbir?). Dan haruskan saya membaca do’a iftitah?

Apabila seorang muslim masuk masjid dan imam sedang ruku’, maka dia harus ikut ruku bersama imam dengan dua kali takbir, yaitu takbiratul ihram kemudian dia berhenti, lalu takbir untuk ruku’ ketika dia membungkukkan badannya untuk ruku’. Dan dalam keadaan seperti ini, dia tidak usah membaca doa iftitah dan Al-Fatihah karena sempitnya waktu.

Dalam hal ini dia terhitung mendapat satu raka’at. Hal ini berdasarkan hadits Abu Bakrah As-Saqafi Radhiyallahu ‘anhu di dalam Shahih Bukhari.

“Bahwa pada suatu hari dia masuk masjid dan Nabi Saw (beserta para jama’ah) sedang ruku’. Lalu Abu Bakrah r.a. ruku’ sebelum sampai shaf. Kemudian (sambil ruku’) dia berjalan menuju shaf. (setelah selesai shalat) Nabi bersabda kepadanya ; Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah semangatmu (dalam kebaikan) tapi jangan diulang lagi” [HR Abu Dawud ]

Rasulullah Saw tidak menyuruh Abu Bakrah menambah satu rakaat lagi. Hal ini menunjukkan, orang yang masuk dalam shalat jama’ah ketika imam sedang ruku’, dia dihitung mendapat satu raka’at.

Hal itu juga menunjukkan, kita tidak boleh ruku’ sendirian di belakang shaf. Tapi harus masuk dulu ke dalam shaf, baru kita ruku’, walaupun hal ini bisa menyebabkan kita tertinggal (dari ruku’nya imam).


Jika seorang makmum terlambat bergabung dalam shalat berjamaah. Diperkirakan imam tidak lama lagi akan segera ruku', maka seorang makmum hendaknya langsung membaca Al-Fatitah setelah takbirotul ihram, tidak usah membaca doa iftitah yang hukumnya sunah.

Jika bacaan Al-Fatihah belum selesai, sedangkan imam sudah ruku', maka makmum tadi tidak usah menyelesaikan bacan, tapi langsung ikut ruku' bersama imam dan itu sudah dihitung satu rakaat.

Prinsip dalam shalat berjamaah a.l. makmum harus mengikuti imam, sebagaimana ditegaskan dalam hadits shahih:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا

“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Maka janganlah kalian menyelisihi imam. Jika imam takbir, maka bertakbirlah kalian. Dan jika imam ruku’, maka ruku’lah kalian” (HR Bukhari 680 dan Muslim 622).

Demikian ulasan tentang hukum makmum yang sempat ruku bersama imam dalam shalat berjamaah dihitung satu rokaat. Wallahu a'lam bish-shawabi. (Sumber: Shahihain, Fiqh Sunnah, dan Fatawa bin Baaz Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz).*

Harta yang Berkah: Pengertian dan Tips Meraihnya

Harta yang Berkah: Pengertian dan Tips Meraihnya
Pengertian Harta yang Berkah adalah harta kekayaan yang membawa kebaikan bagi diri, keluarga, dan orang lain.

Kata BERKAH (barokah, berkat) sendiri memiliki dua arti: (1) tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan (2) kebaikan yang berkesinambungan.

Menurut Syekh Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, asal makna berkah ialah “kebaikan yang banyak dan abadi".

Menurut Imam Ghazali, nerkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni “bertambah-tambahnya kebaikan” (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).

Harta, kekayaan, atau rezeki yang berkah adalah harta yang bertambah dan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat.

Untuk mencapainya, ada dua jalan, yakni:
  1. Mendapatkannya dengan cara halal, tidak curang atau batil. Harta hasil mencuri, maling, korupsi, pungli, tentu tidak akan berkah.
  2. Membersihkannya dari hak orang lain (dikeluarkan zakatnya) serta menginfakkannya di jalan Allah dengan cara infak, sedekah, atau wakaf.

Selain itu, agar harta berkah, kita harus menjadikan harta sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT. Jangan sampai harta habis dikonsumsi di dunia, tanpa menabungkannya berupa pahala di akhirat kelak --yakni dengan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf).

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 261)

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah ; 245).

 “Harta tidak akan berkurang karena sedekah, dan tidaklah Allah menambah bagi hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang yang berlaku tawadlu’ karena Allah melainkan Dia akan meninggikannya.” (HR. Muslim).

"Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barangsiapa menyambutnya dengan murah hati (ridha), maka ia akan memperoleh berkah. Dan barangsiapa mengambilnya dengan tamak serta curang, maka ia tidak akan memperoleh berkah. Ia seperti orang yang makan, tapi tidak pernah kenyang." (HR Muslim).

Demikian ulasan ringkas tentang harta yang berkah dan cara meraihnya. Berbahagialah orang yang banyak harta dan menggunakannya sebagai sarana ibadah dan menebar kebaikan, termasuk donasi untuk dakwah dan perjuangan kaum Muslim menegakkan agama Allah SWT (Islam).  Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Solusi Kredit Syariah untuk Hindari Riba

Solusi Kredit Syariah untuk Hindari Riba
TANYA: Saya sudah membaca masalah riba, kredit, dan leasing. Bila itu semua adalah haram, maka saya minta beri solusi, contoh nyata di Indonesia, bagaimana caranya mendapatkan motor atau rumah, karena uang saya tdk cukup untuk membeli secara cash.

JAWAB: Gunakan jasa kredit syariah atau jasa perbankan syariah. Itu solusinya. Pada prinsipnya, jual beli dengan kredit itu boleh, namun  tergantung akadnya.

Jika menggunakan transaksi yang dibenarkan oleh syariat Islam, maka itu bukan termasuk riba.  

Kredit syariah mempunyai cara yang sangat sangat berbeda dengan kredit konvesional. Prinsipnya kredit syariah menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan serta bebas dari riba.

Seperti dilansir Republika Online, pada bank konvensional, kredit yang digunakan berdasarkan akad pinjaman. Nasabah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman tersebut beserta bunganya.

Secara syariah, kelebihan atas pinjaman ini termasuk ke dalam kategori riba, dimana Allah SWT secara tegas telah mengharamkannya (QS 2 : 275-281).

Dalam praktik perbankan syariah atau kredit syariah, biasanya yang digunakan adalah
  •  Akad murabahah (jual beli)
  • Ijarah wa iqtina (sewa yang diakhiri oleh perubahan kepemilikan dari pemilik barang kepada penyewa)
  • Musyarakah mutanaqishah

Pada murabahah, bank bertindak sebagai penjual barang, sedangkan nasabah adalah pembelinya. Bank dan nasabah kemudian bersepakat untuk menentukan berapa besar marjin keuntungan yang dapat dinikmati oleh bank sebagai penjual. Katakan, “x persen”.

Maka kewajiban nasabah adalah membayar kepada bank, biaya pokok pembelian plus marjin keuntungannya. Misal harga rumah Rp 1 milyar, dan marjin keuntungannya 10 persen. Maka kewajiban nasabah adalah Rp 1,1 milyar. Secara matematis mirip dengan bunga bank, tetapi secara akad berbeda sangat signifikan.

Ijarah adalah akad sewa. Nasabah diharuskan membayar biaya sewa secara berkala kepada bank syariah dalam kurun waktu tertentu sebagai reward karena telah menggunakan barang tertentu (misal rumah atau mobil).

Dalam skema ijarah wa iqtina, bank kemudian menyerahkan kepemilikan barang tersebut kepada nasabah setelah berakhir masa sewanya.

Pada skema musyarakah mutanaqishah, bank dan nasabah sama-sama berkontribusi modal dalam pembelian barang (misal rumah). Katakan, proporsi modal bank 80 persen dan nasabah 20 persen. Dengan pola ini, maka rumah tersebut menjadi milik bersama.

Kemudian nasabah diberikan hak untuk membeli proporsi kepemilikan bank secara bertahap dalam kurun waktu tertentu, sehingga prosentase kepemilikan nasabah terhadap rumah tersebut menjadi 100 persen. Wallahu a’lam bish-shawabi.*

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT

Mengenal ‘Ainul Mardhiyah, Bidadari Tercantik untuk Pejuang di Jalan Allah SWT
IKHWAN perindu surga tentunya mengenal nama ‘Ainul Mardhiyah. Ainul Mardiyah adalah nama seorang bidadari paling cantik di surga.

Secara harfiyah, ‘Ainul Mardiyah adalah “mata yang diridhai” atau “mata yang disukai”.

Grup nasyid asal Malaysia, You and I See (Unic), dalam nasyid berjudul Ainul Mardiyah menyebutnya sebagai "pembakar semangat perwira yang rela berkorban demi agama, jadi taruhan berjuta pemuda yang bakal dinobat sebagai syuhada".

Diceritakan dalam suatu kisah yang dipaparkan Al-Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid:

Suatu hari ketika kami sedang bersiap berangkat perang. Aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At-Taubah:111:

إِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ 

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka”

Selesai ayat itu dibaca, seorang remaja berusia sekitar 15 tahun bangkit dari tempat duduknya. Anak muda ini anak orang kaya. Ia baru saja mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal.

Ia berkata:”Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?”

“Ya, benar, anak muda!” kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:”Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan surga.”

Anak muda itu lalu mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan jihad fi sabilillah. Hanya kuda dan pedangnya yang tidak disedekahkan.

Ketika pasukan akan segera berangkat, anak muda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak: ”Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah…!” Kami menduga ia mulai ragu dan pikirannya kacau. Kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu.

Ia menjawab: “Tadi sewaktu aku sedang mengantuk, selintas aku bermimpi.

Seseorang datang kepadaku seraya berkata: “Pergilah kepada ‘Ainul Mardiyah.” Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan di pinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan indah. Manakala melihat kedatanganku, mereka bergembira seraya berkata: “Inilah suami ‘Ainul Mardhiyah…”

“Assalamu’alaikum” kataku bersalam kepada mereka. “Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?” Mereka menjawab salamku dan berkata: “Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu!”

Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: “Hai ‘Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang …!”

Ketika aku dipersilakan masuk, kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: “Bersabarlah, kamu belum diizinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu.”

Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: “Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid! Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama”.

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran, aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka di tubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia.

Demikianlah kisah perindu surga yang akan bertemu bidadari tercantik di surga bernama Ainul Mardiyah karena berjuang di jalan Allah (jihad fi sabilillah).

(Sumber: Irsyadul 'Ibad Ila Sabilir Rosyad lisy Syaikh Zainuddin bin Abdul Azizi bin Zainuddin al-Malibari. Terjemah: H. Salim Bahreisy ).*