Mungkin sudah sekian banyak buku-buku,
blog atau website yang membahas permasalahan ini, tapi ada baiknya kita
mengulangnya kembali supaya menjadi ilmu yang diamalkan dan bermanfaat
bagi kita semua. Artikel ini smoga berguna bagi para pasangan
suami-istri (pasutri) baik yang sudah lama menikah, maupun pengantin
baru, ataupun calon pengantin tanpa membatasi yang masih single untuk
mendapatkan ilmu dan manfaat darinya.
Shobat sekalian, demi meraih keberkahan
dan kebahagiaan bersama diantara pasutri, marilah kita sama-sama
perhatikan adab atau etika berhubungan suami istri (jima’) yang telah
diatur dalam syari’at agama kita. Berikut merupakan adab-adab jima’ yang
perlu kita perhatikan tersebut:
- Persiapkan diri
- Tidak ada yang melihat
- Lakukan pemanasan dahulu
- Berdo’a
- Jima’ pada tempat yang diperbolehkan
- Puaskanlah diri dan pasangan
- Akhiri dengan penutupan
- Jangan menyakiti fisik & melukai perasaan
- Carilah waktu yang tepat
- Selalu mesra di luar jima’
Baca Juga
- PEDIHNYA SIKSA NERAKA
- "BERKAT SHALAWAT WAJAH HITAM MENJADI PUTIH BERCAHAYA"
- Hukum Puasa Mutih dan Puasa Wedal
- Ini Amalan Sunah Malam Jumat yang Sebenarnya!
- Sholat Sunnah Qabliyah dan Ba'diyah Jum'at
- SUNNAH RASUL DI MALAM JUM’AT
- Kapan waktu Mengucapkan "Subhanallah" dan "Masya Allah"
- Bacaan Makmum dalam Shalat Berjamaah
- Pengertian Hasbunallah Wani'mal Wakil
- Hukum Menggambar Makhluk Hidup dalam islam
- Kewajiban seorang Muslim terhadap Agamanya (Islam)
- Iman Bisa Naik-Turun, Bertambah dan Berkurang
- GOLONGAN ORANG YANG SELALU DIDOAKAN OLEH MALAIKAT
1. Persiapan Diri
Sebelum melakukan jima’, sangat di
anjurkan bagi pasutri untuk memperelok penampilan, dalam keadaan bersih,
rapi dan memakai wangi-wangian. Jangan sampai kita mengajak pasangan
untuk melakukan hubungan intim sementara keadaaan kita kotor,
awut-awutan dengan bau badan yang tidak sedap. Karena hal ini bisa
merusak suasanan, menurunkan bahkan menghilangkan hasrat yang timbul.
Mari kita tanyakan kepada diri kita
masing-masing. Bukankah kita suka kalau pasangan kita mempersiapkan diri
sungguh-sungguh untuk menyambut kita ?!. Bukankah kita akan hilang
selera dan enggan berhubungan bila mendapati pasangan kita dalam keadaan
kotor dan bau ?!.
Jika kita menjawab, “Ya”. Maka ketahuilah, bahwa pasangan kita juga punya perasaan dan keinginan yang sama.
2. Tidak Ada Yang Melihat
Sebelum kita bermesraan dengan pasangan
kita, yakinkan tidak ada seorangpun yang melihatnya, baik anak-anak kita
sendiri apalagi selain mereka. Hal ini telah diantisipasi oleh syari’at
Islam yang mengajarkan kita dan anak-anak kita untuk meminta ijin
terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar orang tua atau kamar kita sebagai
orang tua, terlebih di waktu-waktu setelah sholat isyak dan setelah
dhuhur.
3. Lakukan Pemanasan Dahulu
Kita hendaknya mengetahui adanya
perbedaan yang jauh antara karakter lelaki dan perempuan dalam masalah
ini, karenanya penting bagi pasutri untuk mengetahui perbedaan karakter
masing-masing pasangannya. Karakter lelaki bisa diibaratkan seperti
api, mudah tersulut dan mudah pula mati atau dingin kembali. Sedangkan
karakter wanita adalah seperti air, dibutuhkan waktu untuk memanaskan
dan mendinginkannya kembali. Karena itu sebelum melakukan hubungan,
sebaiknya suami memulai dengan membisikkan kata-kata lembut di telinga
pasangannya, disertai dengan sentuhan dan cumbu rayu.
Rangsangan ini tidak pelak akan dapat
menyenangkan hati istri, membangkitkan gairahnya, dan menjadikannya siap
untuk meraih kenikmatan yang lebih sempurna. Jangan kita sebagai suami
melakukan hubungan, sementara istri kita dalam keadaan belum siap dan
perasaannya masih dingin. Berilah rangsangan (warming-up) terlebih
dahulu seperti senda gurau, rabaan, ciuman, dan dekapan, sehingga
gairahnya bangkit dan jiwanya siap melakukan hubungan.
Hikmah dari perlakuan ini sangat jelas,
sebab apabila istri belum siap dan hubungan telah dimulai, seringkali
akan berakhir dengan kondisi dimana suami merasa puas sedangkan istri
belum mendapatkan apa-apa. Hal ini biasanya akan bisa menjadi pemicu
ketidakharmonisan hubungan rumah tangga.
4. Berdoa
Ketika hendak melakukan hubungan intim, hendaknya suami memulai dengan basmallah
dan meminta perindungan Allah Ta’ala dari syaithan seraya mengucapkan
doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithon, wa jannibisy syaithon maa rozaqtanaa““Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari (anak) yang Engkau rejekikan kepada kami”.
Apabila dari hubungan tersebut ditaqdirkan lahirnya anak, niscaya syaithan tidak akan mencelakainya selamanya”. [1]
5. Jima’ Pada Tempat Yang Diperbolehkan
Hendaklah bersetubuh dilakukan pada kemaluan, haram menyetubuhi istri pada duburnya, sebagimana Allah Ta’ala telah berfirman:
“Maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (Al-Baqarah: 222)“Menyetubuhi kaum wanita pada dubur mereka adalah haram.” (Hadits An-Nasaa’i, dalam Isyratun Nisaa’ – Silsilah ash-Shahihah hal.873)
Diperbolehkan menyetubuhi istri dengan
cara dan posisi apapun selama masih dalam kemaluan (farji) nya. Boleh
melakukannya dengan posisi atas, bawah, miring, dari depan atau
belakang, dalam keadaan berdiri maupun duduk. Ambillah cara-cara yang
disepakati bersama dan tidak menimbulkan kebosanan. Sebagaimana Allah
Ta’ala telah berfirman;
“Istri-istrimu adalah (seperti) lahan tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah lahan tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (Al-Baqarah: 223)
Demikian pula dilarang menyetubuhi istri
ketika ia sedang haidh. Perilaku ini berbahaya, dan dapat mendatangkan
kerusakan moral maupun medis bagi pasutri, sebagaimana Allah Ta’ala
telah berfirman;
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: ‘Haidh itu adalah kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.” (Al-Baqarah: 222)
Namun diperbolehkan untuk bercumbu rayu
dan melakukan apa saja dengan istri yang sedang haidh selain berhubungan
intim. Para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menuturkan;
“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menghendaki tubuh istrinya ketika haidh, beliau menutup farjinya dengan kain penutup, lalu melakukan apa saja yang dikehendaki.” (HR. Abu Dawud -272 dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud).
6. Puaskanlah Diri dan Pasangan
Perlu untuk diingat bahwa jima’ bukan
merupakan aktivitas satu pihak, akan tetapi melibatkan kedua pasangan,
suami-istri, yang mana keduanya memiliki kebutuhan dan kepentingan yang
sama. Para suami hendaklah menyadari akan hal ini, tidak boleh egois
dengan menyudahi jima’ sebelum sang istri terpenuhi kebutuhannya.
Pastikan bahwa istri kita benar-benar telah meraih kepuasan, sehingga
apabila hajat sang suami telah terpenuhi dengan keluarnya mani,
hendaklah sang suami menahan dahulu dari menyudahi berhubungan hingga
sang istri terpenuhi juga kebutuhannya. Karena menyudahi hubungan ketika
sedang pada kondisi tersebut merupakan siksan bagi sang istri.
7. Akhiri Dengan Penutupan
Setelah selesai melakukan hubungan intim,
hendaklah sang suami mengakhirinya dengan perbincangan ringan dan
sentuhan-setuhan halus sebagai penutupan. Hal ini perlu untuk dilakukan
demi kesempurnaan kebahagiaan sang istri, dan untuk mengantisipasi
munculnya ganjalan perasaan usai berhubungan intim. Karakter seperti air
yang dimiliki wanita, tentu tidak seperti laki-laki yang bisa padam
seketika setelah terpancarnya mani. Sehingga usahakanlah untuk tidak
langsung berpaling dengan membiarkan sang istri merana.
8. Jangan menyakiti fisik & melukai perasaan
Hendaklah sang suami selalu menjaga
perasaan sang istri, tidak melukainya ataupun melakukan hal-hal yang
tidak istri kehendaki demi kepuasaan suami semata. Demikian juga jangan
sampai suami memperlakukannya secara tidak hormat, hingga sang istri
merasa dirinya hanyalah sebagai pemuas nafsu belaka. Sebaiknya segala
aktifitas jima’ itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
Hendaklah dihindari melakukan hal-hal
yang juga bisa menyakitinya seperti menyumbat nafasnya, atau menindihnya
dengan serampangan, terlebih jika suami memiliki tubuh yang berat
sementara istri berbadan kecil dan lemah. Jadikanlah hubungan jima’
sebagai suatu sarana membahagiakan istri, bukan malah sebaliknya.
9. Carilah waktu yang tepat
Pasutri hendaknya pandai memilih waktu
yang tepat untuk berjima’, sehingga semakin sempurna kenikmatan dan
kebahagiaan mereka. Di antara waktu yang bagus-tepat tersebut adalah:
a. Saat pulang berpergian
Hendaklah suami melakukan jima’ setelah
pulang dari berpergian jauh-lama, sebagai ganti perasaan sepi sang istri
dan derita penantian yang menjemukan. Perasaan rindu dapat menjadi
penghangat suasana hingga menjadikannya saat yang paling membahagiakan
melebihi suasana malam pertama. Hal ini sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;
“Apabila engkau datang dari berpergian pada malam hari, janganlah langsung menemui istrimu, supaya ia dapat mencukur rambut kemaluannya dan merapikan dandanannya”. Rasulullah berkata, “Jangan lupa lakukanlah jima’, lakukanlah jima‘…” [muttafaqun 'alaihi/ Hadits Bukhari-Muslim].
b. Malam-malam bahagia
Manfaatkanlah malam-malam bahagia,
seperti malam walimah kerabat dan handai taulan. Karena malam-malam
seperti ini biasanya membangkitkan kenangan indah dan rasa suka-cita
sehingga siap untuk melakukan jima’ dalam rangka mendapatkan
kebahagiaan.
c. Damai setelah bertikai
Kadang, perselisihan terjadi diantara
pasutri, sehingga mengeruhkan suasana dan merenggangkan jalinan cinta.
Dengan anugerah Allah Ta’ala, beberapa saat kemudian perselisihanpun
reda dan suasana menjadi kembali segar dan pikiran kembali jernih. Maka
alangkah baiknya kalau menghiasi malamnya dengan senda-gurau, canda-tawa
dan lakukanlah jima’ untuk menyempurnakan keindahannnya. Kikis habislah
sisa-sisa luka yang masih ada, bukalah lembaran baru dengan hari-hari
yang penuh indah dan lupakanlah kenangan pahit saat-saat bertikai.
d. Saat meraih kesuksesan
Ketika salah satu pasutri berhasil meraih
kesuksesan, dalam pekerjaan atau studi misalnya, sempurnakanlah
kegembiraan tersebut dengan melakukan jima’. Sebab ketika kebahagiaan
sedang meliputi, jiwapun terasa lapang, dan siap untuk meneguk madu
kenikmatan dan kebahagiaan.
10. Selalu mesra di luar jima’
Sebagian suami kurang memahami bahwa
setiap wanita membutuhkan hal ini. Sebagian mereka hanya mau berlaku
mesra dengan istrinya ketika menghendaki hubungan intim saja. Padaha
boleh jadi seorang wanita lebih merasakan kebahagiaan dengan
sentuhan-sentuhan hangat seperti ini daripada hubungan intim itu
sendiri. Sebagai contohnya adalah seperti; berbisik manja, membelai
rambut, menggenggam tangan, mencium kening, merebahkan kepala di dada
istri dan lain sebagainya. Hal ini perlu dijadikan ‘kamus’ agar hubungan
pasutri semakin intim dan mesra, makin berwarna dan berasa. Amiiin….
"YA ALLAH SEMOGA YANG MEMBAGIKAN ARTIKEL INI KEPADA SESAMA MUSLIM LAIN DIMUDAHKAN REZEKINYA, DIMUDAHKAN SEGALA URUSANYA, SERTA SELALU DALAM LINDUNGAN-MU.AAMIIN!!!"
Ditulis Oleh : BLOGGERS-ISLAMI - BLOG SEPUTAR DUNIA ISLAMI
Judul : Etika Berhubungan Suami-Istri
Label : Bacaan Islam Kisah islam Saran Sunnah Rasulullah
Dengan url : https://bloggers-islami.blogspot.com/2013/02/etika-berhubungan-suami-istri.html
Berisi tentang :
By : BLOGGERS-ISLAMI - BLOG SEPUTAR DUNIA ISLAMI
Dilarang MengCopy Seebagian / seluruh postingan Tanpa Mencantumkan Link Sumber
Label : Bacaan Islam Kisah islam Saran Sunnah Rasulullah
Dengan url : https://bloggers-islami.blogspot.com/2013/02/etika-berhubungan-suami-istri.html
Berisi tentang :
By : BLOGGERS-ISLAMI - BLOG SEPUTAR DUNIA ISLAMI
Dilarang MengCopy Seebagian / seluruh postingan Tanpa Mencantumkan Link Sumber
1 komentar so far
Warning!! SPAM has been detected!
EmoticonEmoticon